Galau, ia ibarat ikan. Lagu, ia ibarat pancing. Lirik sendu, ia ibarat umpan. Sedang kamu adalah lautan, karena kaulah ikan-ikan itu terus hidup.
...Aku tak bisa luluhkan hatimu
Dan aku tak bisa menyentuh cintamu
Seiring jejak kakiku bergerak
Aku telah terpaut oleh cintamu
Menelusup hariku dengan harapan
Namun kau masih terdiam membisu..
Matanya sepenuhya kosong ketika sebaris lirik melantun dari speaker di pojokan gerbong kereta. Langit merah awal pagi tak lagi dihiraunya, perasaannya masih sibuk menahan. Otak masih sibuk mengahalau, namun yang telah terlanjur meluap tak seketika dapat dibendung.
...Dan seiring waktu yang terus berputar aku masih terhanyut dalam mimpiku...
Disandarkannya kepala yang terasa berat itu pada bingkai jendela. AC berlipat dingin, dan Marhi tertidur merangkul kegelisahannya sendiri. Dalam mimpinya ia bernostalgia.
Sebuah tangan mengguncang bahunya, menariknya dari lelap. "Ini pemberhentian terakhir mbak, mari turun?"
seketika ia telah mengekor di belakang punggung tegap yang berlapis jaket merah kedodoran itu. Belum sempat Marhi berucap terimakasih... pemilik punggung yang sudah terlupakan wajahnya itu lenyap ditelan pintu toilet pria.
Rasa kantuk yang masih menyisa mengantarnya pada seorang anak kecil yang menggendong dagangannya, dibelinya beberapa permen mint dari pedagang asongan itu. Ia mulai mengulumnya malas. Dirasakannya sebuah benda kecil bergetar dalam saku jaketnya, dilayarnya yang menyala tertera nama seorang sahabat: Tita."Ha-" "Cepat berbalik." suara cemprengnya yang tak lama tak terdengar itu nyaring keluar dari ponsel baru Marhi. "Apa?"."Berbalik!". Sama sekali tak menduga bahwa dua sosok yang ia dapati tengah melambaikan tangan begitu heboh adalah dua sahabatnya, Tita dan juga Boris, seorang yang barusan ia temui dalam mimpi.
Laki-laki berperawakan tinggi agak cungkring itu dengan senyum tak pernah lepas dari wajahnya terus melambai dari kejauhan. Sedang ikan-ikan mulai berenang-renang dalam hati Marhi.
Dua orang itu sudah menunggu di bawah tulisan selamat datang stasiun kereta, tak pernah kurang bergandeng tangan. Tak pernah kurang juga Marhi menahan untuk berpaling dari pemandangan satu ini. "Kalian ini... makin mesra saja!" keduanya tertawa bersamaan, ringan sekali. "Bagaimana kabarmu?"
"Ah, aku? msih belum berubah sejak kali terakhir kita bertemu, masih gemar memancing ikan di laut."
Mereka tertawa. Sedang Marhi..jauh, jauh sekali dari ringan menjadi yang biasanya.
(Bersambung...)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar