Panas matari ditanggung semua orang,
namun panas hati ditanggung seorang diri.
Seorang gadis bermata layu, hitam seperti tanaman kering tak pernah disiram. Matanya bergerak, melihat, mengamati, namun mencoba untuk tak memberi minat. Berusaha untuk tak peduli, tapi rasa ingin tau nampaknya tak pernah surut untuk pemilik wajah itu. Satu persatu tangan menyalaminya, mereka semua beruntung dapat menukar senyum dengannya. Ah andaikan pernah ada perkenalan diantara mereka, mungkin ucapan selamat ulang tahun itu tak hanya bersarang ditenggorokan.
Sruuup....sruuup...sruup.. tiga kali sedotan panjang mengakhiri nasib segelas es jeruk, tapi tak mengurangi sedikitpun panas hati Riana. Tenggorokannya masih penuh dengan ucapan selamat ulang tahun yang ingin terlepas ke udara.
"Cepet banget minumnya, Ri, haus?" tanya Vin memastikan tanpa bermaksud mengintrogasi, sahabatnya itu tak ingin tau apapun saat ini, kecuali semangkok baso urat di mejanya. Yang lain ikut pula memandangi tapi sama tak menaruh perhatian pada satu dari bagian gerombolan mereka si mata layu berwajah suram yang nampaknya terkadang jadi satu-satunya psikiater digerombolan itu.
"Iya Vin, panas sekali rasanya hari ini."hatiku.
(bersambung...)
4 komentar:
im still waiting the next this story :))
lanjutin nis, tega bikin penasaran :D
Annisa Siregar : Makasih udah baca wkwk
Aziz : Makasih udah nunggu wkwk
Posting Komentar